Sunday, October 6, 2013

Keluarga Kudus Nazaret: Teladan Keluarga Kita

0 comments
KELUARGA YANG BERSEKUTU:  KELUARGA KUDUS NAZARET

(Luk. 2:41-52)[1]

Oleh: Ibrani Gwijangge

1.      Pengantar


Suatu komunitas atau keluarga perlu dibangun atas dasar inspirasi akan iman Kitab Suci/Sabda Allah. Tanpa berlandaskan pada sumber Kitab Suci fondasi keluarga yang utuh dan bersekutu tidak mungkin berdiri kokoh dalam mengarungi samudera arus zaman. Tema Kitab Suci bulan ini perhatian utama tertuju pada hidup lingkup keluarga dan secara khusus hidup persekutuan yang bertolak dari keluarga kudus Nazaret. Kekudusan menandai persekutuan dan persekutuan menandai keteraturan. Relasi atau keterjalinan ketiga ini sangat erat bagaimana kesejahteraan dapat tercapai dalam suatu kumpulan manusia.

Baiklah kalau kita menggali dan menemukan nilai persekutuan dalam model hidup keluarga; Maria, Yusuf dan Yesus. Kita tahu bahwa Yesus berasal dari sebuah keluarga, hidup dan besar dalam asuhan keluarga mulai dari kelahiran sampai dengan umur kanak-kanak Yesus di Nazaret. Tentunya landasan hidup keluarga, arah hidup keluarga dan cara hidup keluarga Yesus menjadi tolak ukur atau model hidup bagi keluarga kita zaman sekarang. Pada kesempatan ini saya hendak menggali teks yang disodorkan , kemudian apa dan bagaimana nilai tersebut tumbuh dalam keluarga atau komunitas kita.

2.      Mendalami Teks Luk. 2: 41-52[2]

Pemahaman kita atas perikop Luk 2: 41-52 semakin jelas apabila konteks tema keluarga kudus Nazaret dalam keseluruhan isi bab 2 itu dibahas. Di bawah ini kita akan jejaki semacam susunan atau struktur  Lukas 2: 1-52.
a.      Luk. 2:1-5: Pendataan penduduk
Dalam rangka sensus penduduk oleh Kaisar Agustus di propinsi Syria sewaktu Kirenius menjadi wali negeri, Yusuf berjalan bersama Maria dalam status tunangan. Kedua pasangan tersebut telah memperlihatkan sikap sebagai warga kerajaan yang taat hukum, walaupun keadaan Maria berat untuk mengadakan perjalanan yang panjang dengan mengandung Yesus.
b.      Luk. 2:6-20: Kelahiran Yesus dan para gembala
 Yesus lahir di Betlehem dan berita kelhiran-Nya diumumkan oleh malaikat kepada para gembala. Kunjungan para gembala berhasil berjumpa dengan bayi Yesus yang terbungkus dengan lampin dan berbaring dalam palungan. Dia adalah Kristus, Tuhan di kota Daud. Di sini bayi Yesus harus memanggil Maria sebagai ibu dan Yusuf sebagai bapa dan keduanya menerima Yesus sebagai anak. Sebuah keluarga yang utuh terbentuk. Persekutuan sepasang keluarga kudus berdiam di suatu penginapan yang sederhana, bertanda bahwa keluarga yang Saleh dan Kudus berpartisipasi dalam kehinaan dan keterbatasan manusia.
c.       Luk. 2:21: Nama Inisiasi
 Bayi Yesus yang genap usia 8 hari harus menjalani sunat untuk memenuhi kewajiban agama Yahudi (Im. 12:3; Kel. 13:2,12). Nama inisiasi adalah Yesus sesuai petunjuk malaikat.
d.      Luk. 2:22-40: Pentahiran dan penyerahan kepada Allah
 Proses pentahiran dimulai setelah melewati 33-40 hari sebagai mana mestinya dalam penjelasan Im.12-8. Yesus diserahkan kepada Allah melalui Simeon dan Hana di Bait Allah. Simeon memuji Allah karena masa senjanya telah berjumpa dengan Mesias. Kedua orang tua kembali ke Nazaret di kampung asal mereka. Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.
e.       Luk. 2:41-52: Yesus di rumah Bapa dan kegelisahan keluarga
Yesus pada Usia 12 tahun atau disebut kanak-kanak Yesus tampil di hadapan public dengan penuh bijaksana (Luk. 2:46-47).

200px-TanahIsrael_PB001 Focus pembahasan  kita ada di bagian ayat 41-52 ini. Kisah asal usul Yesus menjadi lengkap dengan kembalinya keluarga kudus ke tanah asalnya (kota Daud) sesudah kelahiran dan pemenuhan peraturan hukum di atas. Pada usia kanak-kanak Yesus, bersama orang tua-Nya mengadakan perjalanan ke Yerusalem untuk merayakan pesta Paskah. Setiap tahun orang tua Yesus menjalankan kewajiban agamanya melewati perjalanan dari Nazaret- Galilea ke Betlehem-Yudea. Jauhnya jarak dari Nazaret ke Yerusalem disebutkan 90 mil (140 km) sehingga bisa ditempuh dalam waktu sekitar 3 hari (lihat gambar arah pana).[3]

Perjalanan kali ini kecemasan kedua orang tua Yesus dalam pencarian selama 3 hari menjadi pelajaran tersendiri untuk lebih mengenal siapakah Yesus dan siapakah orang tua Yesus. Selama umur 1-11 tahun Yesus tidak tampil dalam Kitab Suci tetapi diceritakan sedikit perkembangan pribadi bersama kedua orang tua di Nazaret dalam Luk. 2: 40. Pada usia 12 tahun, Yesus tampil  pertama kalinya di Bait Suci dan berdiskusi dengan para ulama secara bijaksana. Misi perutusan Allah diungkapkan-Nya dengan kata-kata “Tidakkah kamu tahu (kepada kedua orang tua-Nya), bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku”? Tentang pribadi Maria dikatakan bagaimana hatinya sebagai seorang ibu terus didesak oleh kegelisaan sehingga tidak segan-segan mengungkapkan spontanitasnya ketika menemukan Yesus di Bait Allah. Namun tidak lebih daripada sepata kata, ibu pun memahami segala yang terjadi dan menyimpannya dalam hati. Bapanya Yusuf tidak berbicara satu katapun terhadap kecemasan mencari Yesus. Yusuf seakan-akan tidak berperan dalam Kitab Suci, walaupun ia bersama Maria mencari anaknya di setiap tempat dengan sabar. Hal ini menunjukkan bahwa Yusuf adalah bapa yang penuh setia, sabar dan rendah hati memberi ketenangan atas kegelisaan hati Maria selama perjalanan pencarian Yesus. Mereka kembali ke Nazaret, Yesus tetap hidup dalam asuhan orang tua hingga tampil lagi setelah Yohanes Pembaptis mempersiapkan jalan. Hidup keluarga yang baik dan bersatu dengan Allah dan sesama di Nazaret memungkinkan Yesus makin dewasa, bertambah hikmat dan makin dikasihi Allah dan manusia (Luk. 2:52).

3.      Dua Nilai Fundamental

Dari urain teks Kitab Suci di atas saya menemukan dua nilai fundamental yaitu tindakan Kasih dan Kerendahan/Kesederhanaan hati keluarga yang melahirkan persekutuan dan keselamatan  bagi manusia.

a.      Tindakan Kasih

Keluarga kudus Nazaret merupakan model keluarga yang ideal bagi hidup pribadi atau kelompok manusia. Mengapa menjadi model yang tepat dan yang diharapkan? Ya, ini adalah benih kasih yang ditanamkan oleh Allah dalam diri setiap anggota. Istilah benih diambil dari pandangan Thomas N. Hart, yang menegaskan “Benih benih dari tujuan Allah ditanamkan dalam diri kita, dan dalam hati, dalam interaksi dengan suatu lingkungan yang juga berada dalam tangan Tuhan, benih-benih itu akan tumbuh menuju kesempurnaan”[4]. Penjelasan tentang benih tidak lain adalah firman Allah yaitu Kasih yang tak terbatas, tetapi juga bentuk konkrit dari Firman yaitu Sang Logos, (Yoh. 1:1-18). Maka dalam diri keluarga kudus Nazaret secara jelas benih kasih Allah tumbuh dalam hati Maria dan Yusuf. Kehadiran Sang Logos Yesus menambah sempurnalah Kasih Allah itu menuju proses keselamatan manusia.

Keluarga kudus Nazaret bukan saja mengalami cintah Allah tetapi juga mereka adalah citra Allah yang penuh belas kasih.  Yohanes melihat citra Allah sebagai “ Deus Caritas est, Allah adalah Kasih (1 Yoh. 4:8).[5] Kasih Allah dinyatakan dalam tindakan dan tutur kata keluarga. Hidup tanpa dasar kasih tentunya kesatuan atau persekutuan keluarga tidak mungkin terjadi dan bertahan lama. Kasih Allah membuat ketentraman hidup, persaudaraan, kerja sama, komitmen dan saling pengertian dalam hidup keluarga kudus Nazaret.

b.      Rendah hati

Rendah hati berarti menjadi kecil untuk menerima sesama dan sekaligus berpartisipasi dalam hidup orang lain. Kristus yang adalah Raja Semesta dari Allah turun ke dunia dan merendahkan diri menjadi seorang bayi serupa dengan manusia, lahir di tempat yang sederhana dan kotor. Dalam rupa manusia yang kecil dan sederhana Ia mengangkat martabat manusia kepada Allah. Tindakan ini contra dengan mereka yang meninggikan hati, congkak hati yang cenderung mencari popularitas. Demikian pula halnya dengan Bunda penebus. Ia selalu menyimpan dan merenungkan segala Kuasa Allah yang terjadi dalam dirinya dan dalam diri Putranya. Ibu yang tidak pernah cerewet menceritakan kehebatan dirinya demi mengejar popularitas di hadapan orang lain. Dalam khotbah dan katekese St. Yohanes Maria Vianney, mengungkapkan satu nilai yang terpancar dalam diri Bunda Maria. Orang kudus sekaligus imam saleh dari Ars ini menjelaskan diri Bunda yang amat lemah-lembut yang penuh cinta dan belas kasihan; ia hanya menginginkan kita bahagia. Kita hanya perlu datang kepadanya agar ia mendengar kita. Putra memiliki keadilan-Nya, tetapi Bunda tak memiliki apa-apa kecuali kasih sayangnya.[6] Demikian pula pribadi suami Yusuf, ia adalah teladan sempurna kepala keluarga yang penuh tanggung jawab, rendah hati, setia dan tekun. Kepala keluarga yang tekun dalam kerja, sabar dan penuh pengertian merupakan bagian dari sifat rendah hati yang ada padanya. Dengan kesabaran dan penuh pengertian ia bukan saja mampu mengkonstruksi bangunan fisik seperti mendirikan suatu rumah, tetapi ia mampu membangun persekutuan dan ketenteraman hati keluarga.

Di tanya, mengapa orang yang kuat imannya selalu menampilkan sikap rendah hati? Santo Isaac dari Siria, dari Philokalia menjawab; “seseorang yang benar-benar rendah hati bukan hanya tidak ingin dilihat atau dikenal oleh orang lain, tetapi lebih dari itu, keinginannya adalah membenamkan diri dari dirinya ke dalam dirinya, untuk menjadi bukan siapa-siapa, seolah tidak pernah ada, belum pernah ada... Seorang yang rendah hati melindungi dirinya dari semua yang bersifat banyak, dengan demikian tetap tinggal dalam keheningan, ketenangan, kedamaian, kesederhanaan dan ketaziman. Tak sesuatu pun akan membuatnya terkejut, terganggu, ataupun mencemaskan hatinya. Seorang yang rendah hati bahkan tidak berani berdoa ataupun memohon sesuatu kepada Tuhan, dan tidak tahu apa yang harus diminta. Ia hanya mempertahankan semua inderanya dalam keadaan diam, dan hanya menunggu kerahiman dan apapun yang akan dikirimkan kepadanya atas perkenaan yang paling diagungkan. Ketika ia menundukkan kepala dan menatap bumi, maka mata batin dari hatinya terangkat ke gerbang dari Yang Tersuci dari Para Suci, di mana Ia bersemayam Yang pemukimannya adalah kegelapan, di hadapan-Nya para malaikat menutup mata, ia hanya berani berbicara dan berdoa, “Terjadilah kehendak-Mu padaku, ya Tuhan”.

4.      Orientasi Keluarga kita

Setiap keluarga atau komunitas orang beriman setidaknya mendambahkan apa yang di sebut ketenteraman dan kebahagian. Untuk mencapai harapan itu, norma atau tata hidup bersama disepakati secara lisan maupun tertulis. Walaupun sedikit menyimpang dalam perjalanan karena berbagai tuntutan ego masing-masing, namun prinsipnya tidak boleh keluar lebih jauh dari garis ketentuan yang semestinya. Tindakan preventive diadakan dengan berbagai dialog dalam keluarga sebelum menghadapi kesenjangan yang amat fatal. Percekcokan dalam keluarga merupakan bentuk nyata penyimpangan kesepakatan yang berujung pada keretakan dan keruntuhan.

Pada skala yang lebih gawat pun kadang terjadi, bahwa anggota keluarga sudah tidak bisa dikendalikan pada norma yang disepakati bersama. Keretakan pun terjadi, keluarga hancur, komunitas berantakan. Tuntutan ego masing-masing membawa serta aturan hidup masing-masing pula. Tentunya hal ini bertanda bahwa penghayatan atas nilai Kasih dan Rendah hati dalam hidup keluarga atau komunitas sama sekali tidak mendapat tempat. Dengan kata lain, kekosongan nilai terjadi dalam diri individu.  Setiap anggota keluarga mencari suatu nilai lain yang sementara tren di panggung dunia luas. Walaupun dicari dan mendapatkannya tetapi belum tentu bertahan lama, akhirnya ia terus mencari lagi namun hasilnya pun akan kembali pada kekosongan, frustrasi, kegersangan hidup, pertikaian dan lain sebagainya.

Teladan keluarga kudus Nazaret di atas merupakan jawaban dari berbagai problem hidup manusia yang bermuara pada kehampaan berbagai nilai tambahan. Harta rohani dalam diri pribadi perlu di tatah, dijaga, dibina dengan penuh tanggung jawab. Keutamaan seperti cinta kasi dan kerendahan hati tidak datang secara kebetulan tetapi bagian dari penghayatan iman yang mendalam secara pribadi dan bersama dalam sebuah aturan hidup. Perjuangan dilakukan secara bersama dengan menciptakan kondisi lingkungan yang dapat memungkinkan ketercapaian hasil. Dalam kebersamaan perlu ada orientasi pribadi atas nilai dan dalam pribadi perlu ada kesadaran bersama untuk saling mendukung. Dengan demikian kita yakin bahwa dalam hidup keluarga kita pun dapat terciptalah suatu komunitas persekutuan yang penuh damai dan sukacita yang berasal dari pancaran kasih Allah.

[1] Alkitab Deuterokanonika, LAI, Jakarta 2005
[2] Editor, Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, LBI. Hal. 119-120.
[3] http://id. Wikipedia.org.
[4] Joseph A. Loya, OSA, The Tao of Jesus; sebuah eksperimen dalam pemahaman antar-tradisi, hal. 96.
[5] Prof. Dr. Jan Van Paassen, MSC, Dovosi dan Deviasi, hal. 37.
[6] Editor, Terry Th Ponomban, Pr, Khotbah dan Katekese Yohanes Maria Vianney; kenangan Tahun para Imam 2009-19 Juni 2010, hal 80.

Friday, October 4, 2013

Aliansi Injili Sedunia Umumkan Kerjasama Global dengan World Vision

0 comments
Christianpost.com–Aliansi injili terbesar di dunia dan salah satu organisasi Kristiani pemberi bantuan terbesar mengumumkan hubungan kerjasama global mereka Rabu lalu.

Aliansi injili terbesar di dunia dan salah satu organisasi Kristiani pemberi bantuan terbesar mengumumkan hubungan kerjasama global mereka Rabu lalu.

World Evangelical Alliance (WEA), yang mewakili sekitar 420 juta Kristiani injili di seluruh dunia, dan World Vision International, yang bekerja di 98 negara dan melayani hampir 100 juta orang, sepakat untuk bekerjasama mewujudkan gagasan mengenai kepedulian holistik bagi anak, mengembangkan keadilan sosial, dan memberikan kontribusi bagi terwujudnya kesatuan dan kerjasama di kalangan Kristiani.

“World Vision International memiliki sejarah panjang dalam hubungan efektifnya dengan orang miskin dan terhimpit,” kata Rev Dr Geoff Tunnicliffe, direktur internasional WEA dikutip www.christianpost.com.

“Kami sangat senang World Vision dapat bergabung bersama dengan anggota dan mitra gobal kami lainnya untuk dapat membentuk sinergi yang besar dan berpengaruh terhadap Kristiani di seluruh dunia,” katanya Sementara itu, wakil presiden WVI untuk Christian Commitments, Valdir Steuernagel, berkata bahwa dirinya memiliki harapan besar bahwa kemitraan tersebut dapat membantu kedua organisasi tersebut guna memenuhi misi mereka dan memperkuat tubuh gereja.

“Kami berharap dapat lebih membangun hubungan kerjasama kami yang lalu dengan WEA dan menciptakan sebuah hubungan kerjasama yang kuat selama bertahun-tahun dapat terwujud.”

 World Vision International bergabung dengan WEA sebagai Mitra Global-nya yang ke-12. Keanggotaan sebagai Mitra Global diberikan kepada jaringan-jaringan internasional yang memiliki spesialisai dalam suatu bidang yang dapat memberikan kontribusi terhadap misi dan tujuan WEA.*

Rep: Panji Islam
Editor: Cholis Akbar
 

The Gospel of Melanesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com