Sunday, July 27, 2014

Antara Para Pendeta KKR, Indonesia dan Papua

0 comments
Oleh : Br. Benny Giay, TabloidJubi

Jayapura, 21/7 (Jubi) – Beberapa tahun terakhir ini Papua menjadi berita, baik media nasional (di Jakarta) maupun di luar. Pokok masalahnya tidak lain dari ‘Papua yang terus direkayasa menjadi tetap pada posisinya ‘sebagai situs pertumpahan darah’ oleh Jakarta dan berbagai pihak.

Menyikapi kondisi papua yang demikian, sejumlah aktivis dan lembaga internasional dalam 10 tahun terakhir mendesak Indonesia untuk memberi ijin kepada wartawan, pengamat dan pekerja kemanusiaan untuk mengunjungi Papua.

1. Apa tanggapan Indonesia?

Dalam suasana Papua yang demikian, Indonesia semakin kencang atau rajin mengundang para Pendeta yang bikin Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) mulai di lapangan Mandala (Jayapura), Trikora (Abepura) maupun Lapangan Theys (Makam Theys) Sentani. Mulai dengan Paul Youngeren, Susana sampai Benny Hinn dan selanjutnya siapa lagi?

Para pendeta KKR ini dalam suasana demikian tidak datang bla-bla atau bicara dalam ruang kosong. Mereka datang bicara di Tanah Papua yang sedang diperebutkan dua makhluk: Papua dan Indonesia. Dua pihak yang punya kepentingan eksistensi masa depan. Dua pihak yang berupaya saling menghilangkan satu dengan yang lain. Ketika Indonesia mengijinkan Pdt KKR itu ke Papua mengadakan KKR, ia punya perhitungan matang agar pihaknya mendapat keuntungan atau kredit point dari kegiatan ini. Indonesia tidak mungkin kasih cek kosong ke Pendeta KKR ini.

Sebaliknya para Pendeta KKR seperti Benny Hinn, dia tau bahwa dia tidak datang semata-mata sebagai “utusan Tuhan” seperti yang diduga warga jemaat Kingmi, menurut versi (Alkitab) Amsal Soleman. Alias tidak berhikmat. Asal bicara. Merasa diri inti sehingga asal memberi komentar di facebook mendukung KKR demikian; tanpa melihat masalah demikian secara utuh. Melihat dunia sekitarnya tanpa memperhitungkan para aktor yang mengendalikan kehidupan keseharian masyarakat negeri ini yang telah diposisikan sebagai “yang lain” yang perlu diawasi oleh Jakarta.

Artinya dalam Sejarah Gereja (Amerika Selatan para penguasa militer) para Pendeta KKR demikian sering bekerja sama dengan penguasa yang haus darah dan haus kekuasaan. Para Pendeta KKR dalam kasus demikian diberi ijin dan dana tetapi dengan kesepakatan “penyampaian atau kotbahnya tidak boleh menyentuh dosa dan menelanjangi kejahatan struktural yang membuat rakyat negara-negara itu hidup dalam rawa-rawa kemiskinan”.

2. Kepentingan Pendeta KKR

Dari sisi Pendeta KKR, ini tidak masalah. OK OK saja. Karena dua hal. Pertama, dia (si Pendeta KKR) itu bisa membela diri: ‘pihaknya hanya dipanggil untuk membasmi dosa-dosa diri pribadi. Manusia yang otonom dari sentuhan ideologi dan kebijakan publik penguasa tadi. Sambil mengutip ayat-ayat Alkitab, pihaknya bisa bersembunyi dan mengakui tidak ada urusan dengan lingkungan sosial yang dikendalikan para penguasa tadi melalui kebijakan publik degeneratif; yang mendatangkan penderitaan sosial yang tidak sedikit di pihak Papua selama bertahun-tahun.

Kedua, para Pendeta KKR itu sendiri punya Yayasan atau Lembaga dan program yang mereka harus biayai seperti: Tim KKRnya, Universitas, Program Radio, yang mereka percayakan kepada Tim profesional yang dia harus biayai. KKR ini selain menjadi wadah pemberitaan “kabar gembira”, mereka gunakan kegiatan ini untuk mencari dana untuk merencanakan kegiatan KKR selanjutnya di negara lain dengan poster “orang-orang Papua yang sedang menghadiri KKRnya”, sehingga orang Papua dipakai lagi untuk mencari dana untuk membiayai proyek lainnya yang disebutkan di atas.

Kalau orang Papua bertanya kepada dia: “Tuan Hynn, apa dan mengapa dalam hal dana ini”? Nanti Pendeta KKR dengan enteng akan menjawab, Sori, Sory no free lunch. Kau harus bayar makan siang. Tidak ada makan siang gratis di dunia ini. (Jubi/Adm)

Penulis adalah Ketua Sinode Kingmi Papua.

Opini ini telah dipublikasikan di Antara Para Pendeta Kkr, Indonesia dan Papua dan telah disunting seperlunya.

Tuli Mendengar, Buta Melihat, dan Lumpuh Berjalan

0 comments
Kami sampaikan kepada semua pihak bahwa Pdt. Benny Hinn ialah NABI PALSU yang dikatakan oleh Dr. Pdt. Benny Giay sebagai pendeta mata-uang dan oleh Pdt. Dr. Stephen Tong sebagai Nabi Palsu.

Kami minta maaf kepada semua orang Papua dan orang Kristen yang tertipu oleh pelayanan-Nya. Negara ikut menipu rakyat Papua dengan menghadirkan NABI Palsu ke Tanah Papua.

  1. Benny Hinn Nabi Palsu
  2. Benny Hinn Nabi Palsu oleh Pdt. Dr. Stephen Tong
  3. Antara Pendeta KKR, Indonesia dan Papua, Pdt. Dr. Benny Giay


Sabtu, 26 Juli 2014 15:50, BP

Benny HinnJAYAPURA – Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Perkataan iman itu benar-benar nyata dalam pesta akbar Rohani yaitu Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) bertajuk KKR Transformasi Papua yang dilayani Pastor Benny Hinn asal USA. Di mana dalam KKR yang sebelumnya dibuka secara resmi Sekda Papua, TEA Hery Dosinaen, S.IP, mewakili Gubernur Papua itu banyak mujizat terjadi. Antara lain, orang tuli bisa mendengar kembali setelah dilawat Tuhan. Demikian juga salah seorang ibu yang mengaku sudah 7 tahun tidak bisa melihat, namun setelah didoakan dalam KKR tersebut dia dilawat Tuhan sehingga mengalami kesembuhan, bisa melihat kembali. Sedangkan salah satu bapak yang sebelumnya lumpuh akibat mengalami kecelakaan lalulintas, juga dapat berjalan kembali. Setiap umat yang mengalami kesembuhan diberikan kesempatan untuk naik podium menyaksikan mujizat yang dialaminya. Hal ini membuktikan bahwa mujizat itu benar-benar nyata. Mujizat yang terjadi ketika zaman Tuhan Yesus masih berada di bumi masih berlaku sampai sekarang, bahkan untuk masa yang akan datang.

“Mujizat itu masih berlaku sampai sekarang,”jelas Pastor Benny Hinn di depan ratusan ribu umat yang hadiri. Estimasi panitia menyebutkan ada 300 sampai 400 ribu umat yang memadati Lapangan Papua Bangkit, atau Lapangan AURI belakang Lanud Jayapura, Sentani, Kabupaten Jayapura-Papua.

Pantauan Bintang Papua sejak dari siang umat Tuhan itu mulai berdatangan ke lokasi KKR hingga pada malam hari. Mengingat banyaknya umat yang datang, maka kemacetan sepanjang jalan Utama Menuju Gunung Merah tak dapat dihindari. Agenda hari ini ada Seminar yang dipusatkan di Auditorium Uncen, dimulai pukul 10.00 WIT. Sementara KKR malam kedua atau terakhir di lapangan Papua Bangkit dimulai pukul 17.00 WIT. Lawatan Tuhan diharapkan tambah dahsyat lagi di malam kedua ini, sehingga diharapkan semakin banyak umat yang datang mengalami mujizat Tuhan.

Sebagaimana diketahui, mengingat seriusnya acara ini, maka pihak Kepolisian Daerah Papua menurunkan 1.000 personel yang terdiri terdiri dari 700 personel Polri dan 300 TNI, untuk melakukan pengamanan peserta KKR Transformasi Papua.(don/don/l03)

Monday, July 21, 2014

Pemprov Bantu Lembaga Keagamaan Rp20 Miliar

0 comments
JAYAPURA — Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) dan Kemasyarakatan Naftali Yogi mengungkapkan jika tahun ini pemerintah Provinsi Papua melalui SKPD yang ia pimpin saat ini telah mengalokasikan dana bantuan bagi lembaga keagamaan hingga Rp20 Miliar.

Dijelaskannya, setelah Biro Kesra dan kemasyarakatan dibentuk, bantuan kepada lembaga keagamaan ada di SKPD tersebut namun fisik uangnya ada di BPKAD. “Dan itu kami bersyukur, biarlah secara administrasi kami yang pegang dan uang ada disana, lalu ketika pembayaran atau penyerahan bantuan uang kepada lembaga keagamaan kami selalu dilibatkan,” tuturnya.

Hingga kini bantuan tersebut masih diproses untuk dapat diserahkan kepada beberapa lembaga keagamaan. “Secara administrasi kami sedang protes, mungkin dalam waktu dekat akan kami serahkan,” ucapnya ketika ditemui wartawan diruang kerjanya, pada Jumat (18/7) lalu.

Dana pembinaan keagamaan, kata Yogi, fokusnya diberikan kepada pimpinan lembaga, seperti Sinode kepada Ketua Daerah, lalu Pimpinan dari Umat Hindu, Islam, nanti program mereka disesuaikan dengan dana yang diberikan.

Lebih jauh, Yogi menjelaskan Biro Kesra dan Kemasyarakat terus melakukan pendataan kepada lembaga keagamaan, ibaratnya seperti Menkokesra, jadi SKPD sifatnya memiliki data dan lalu bekerjasama dengan beberapa SKPD teknis terkait, misalnya Pendidikan, Olahraga, Kesehatan.

“Sementara kami lagi garap sesuai dengan kondisi objektif, bagaimana sekarang pemuda pengangguran karena tidak ada lapangan kerja, lalu terjun dalam dunia yang kita tidak inginkan, kemudian bagaimana mereka ini kami manusiakan. Tapi secar fisik kami tidak punya, tapi kami punya data, jadi kami secara khusus menyiapkan data yang autentik, lalu kami nantinya berkoordinasi dengan instansi terkait yang ada,”  terangnya. (ds/art/lo2)

Monday, June 2, 2014

Antara Fenomena dan Harapan

0 comments
Oleh:  Roni (Keuskupan: Manokwari - Sorong)

Pengantar

               Tulisan ini saya buat, selain sebagai pemenuhan akan tugas, tetapi juga mau menelusuri, memahami dan merefleksikan tentang kehidupan manusia yang saling menindas satu sama  lainnya. Penindasan, pejajahan dan “point-point” yang lain semacam itu sudah ada sejak zaman dulu. hal ini memang tak dapat dipungkiri dan serasa selalu berdampingan dengan hidup manusia. Sehingga, saya perlu merefleksikan hal ini karena selain menarik buat saya, juga mau menambah pengetahuan saya sebagai calon imam yang memang harus tahu tentang ini. Juga mau menjawab akan pentingnya hidup refleksi.” Hidup tanpa refleksi adalah sebuah kesia-siaan belaka”, kata seorang filsuf kuno, socrates. Oleh karena itu, saya mau mengoreskan sedikit refleksi saya tentang masalah ini.

Situasi Bangsa Israel

               Kata penindasan, penjajahan sudah tidak asing lagi buat saya. Kata – kata sejenis ini sudah sering dilakukan oleh manusia sejak dulu. hal ini bisa dilihat dari situasi bangsa israel yang ditindas oleh bangsa mesir. Salah satu penindasan yang dialami oleh bangsa israel ialah dipekerjakan secara paksa. Hal ini sangat terlihat pada masa itu. Penindasan bangsa mesir terhadap bangsa israel bisa dibaca dalam kitab keluaran dan secara khusus pada bab satu. Disini dituliskan bagaimana kesulitan hidup yang dialami oleh  bangsa israel. Penindasan demi penindasan terus dilancarkan oleh bangsa mesir kepada bangsa israel. Penindasan ini harus diterima bangsa israel walaupun dengan terpaksa. Bangsa israel sangat dibuat derita oleh bangsa mesir. Sangkin deritanya sampai-sampai mereka merasa ditinggalkan oleh Allah. Mereka sungguh merasakan kepahitan hidup yang didapat dari bangsa mesir. Namun, dibalik penderitaan itu Allah mempunyai recana lain. Allah mengirimkan seorang penolong yang bisa membawa mereka keluar dari penderitaan yang besar ini. Tokoh yang dipercayakan oleh Tuhan untuk membawa bangsa israel keluar dari mesir ialah Musa. Dengan campur tangan dari Tuhan. Musa mampu membawa bangsa israel keluar dari mesir. Berbagai macam perasaan yang muncul dari bangsa mesir. Mereka marah, tidak terima diperlakukan seperti itu oleh bangsa mesir. Namun, kemampuan mereka untuk melawan belum memungkinkan.
                  Penindasan, kerja paksa yang dilakukan oleh bangsa mesir terhadap bangsa israel. Sebenarnya mau menjawab kegelisahan, kecemasan dan ketakutan bangsa mesir terhadap bangsa israel. Bangsa mesir merasa terancam melihat jumlah bangsa israel yang mengalami pertambahan dari saat ke saat. Sampai-sampai jumlah meraka jauh lebih banyak dari bangsa mesir. Dengan ketakutan inilah yang membuat mereka semakin semena-mena dalam memperlakukan bangsa israel.
                 Dengan kegagahan dan ketangguhan Musa yang berasal dari Allah. Membuat Musa mampu mengalahkan Raja Firaun dan bisa membawa bangsa israel keluar dari mesir. Harapan untuk bebas mulai muncul melalui wajah Musa. Dengan ini juga membuat bangsa israel semakin yakin bahwa Allah ada dipihak mereka. Walaupun dalam perjalanan waktu terkadang mereka meninggalkan Allah.

Bagaimana Dengan Situasi di Papua?

                 Apa yang dialami bangsa papua tidak berbeda jauh dengan apa yang dialami bangsa israel pada masa itu. Masyarakat papua memang bebas dari penjajahan dan penindasan bangsa Belanda. Tetapi sampai sekarang masyarakat papua hidupnya tidak makmur, aman karena masih adanya penindasan dan kekerasan dari bangsanya sendiri yaitu bangsa indonesia. Kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan indonesia terhadap masyarakat papua sudah seringkali terjadi diseluruh wilayah papua. Sebenarnya, hal apa yang menyebabkan penindasan dari aparat indonesia terhadap masyarakat papua bisa terjadi??? Menurut hemat saya yang bertolak dari apa yang dialami bangsa israel ialah, pihak pemerintahan indonesia merasa terancam dengan sorakan dan tindakan – tindakan dari para tokoh pejuang papua dan masyarakat papua sendiri yang berbau pemisahan diri dari masyarakat indonesia. Masyarakat papua ingin hidup makmur dan bebas dari penindasan yang sampai sekarang masih terjadi. Selain itu, berdasarkan sejarahnya juga sebenarnya orang – orang papua sudah dinyatakan merdeka sejak tahun 1961. Sehingga, pantaslah masyarakat papua meneriakan “kembalikan kemerdekaan kami” ditengah situasi yang semakin hancur untuk orang – orang papua.
                 Teriakan dan tindakan yang dilakukan oleh para tokoh pejuang papua dan masyarakat papua untuk merdeka. Sekali saya katakan kalau hal itu membuat pihak pemerintahan tidak nyaman. Pihak pemeritah merasa bahwa akan terjadi kerugian yang sangat besar apabila mereka menghendaki atau mengabulkan apa yang menjadi keinginan dari masyarakat papua saat ini. Dengan ini membuat pihak pemerintah harus menurunkan aparat keamanan dengan jumlah besar ke tempat – tempat yang dianggap berbahaya, perlu dan mendesak. Tempat – tempat seperti itulah diletakkan banyak aparat keamanan indonesia.
                Dengan adanya aparat keamanan tidak membuat masyarakat papua merasa aman,  nyaman. Malah sebaliknya. Masyarakat papua diperlakukan secara kasar, tidak layak sampai pada tingkat pembunuhan. Seakan – akan pihak pemerintah mengijinkan aparat untuk membunuh siapa saja yang dianggap bisa mengacam program dan tujuan dari pemerintah. Salah satu tokoh yang dibunuh karena dianggap mengacam pemerintah pusat ialah Theis. Ia dibunuh karena ia adalah tokoh yang berpengaruh dalam masalah ini, masalah kemerdekaan papua. Perlu diketahui bahwa pembunuhan ini tidak hanya terjadi pada theis, tetapi juga dialami oleh ribuan masyarakat papua. Disini terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara besar – besaran.
               Masalah seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Masalah yang terjadi tidak hanya melanggar tata hukum negara, tetapi juga juga gereja. Saya sebagai umat katolik dan juga calon imam, apa yang harus saya lakukan melihat situasi yang seperti ini? Apakah saya juga harus memperjuangkan kemerdekaan atau tidak??? Kalau masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM), masalah pelanggaran harkat matabat manusia. saya sebagai calon imam memang harus memperjuankan hal tersebut. Tetapi kalau kemerdekaan, apakah menjadi sebagian besar dari tugas seorang pastor???
               Saya belum bisa memberikan solusi, karena saya juga belum terlalu paham dengan masalah – masalah seperti ini. Namun, masyarakat papua memang butuh dibela, butuh sosok Musa yang bisa membawa masyarakat papua kearah kemakmuran hidup. Siapakah orang yang memiliki sosok seperti Musa, bisa membawa masyakat papua kekehidupan yang damai dan sejahtera dengan berlandaskan pada Yesus Kristus???

Kesimpulan

            Semua makluk ciptaan Tuhan mengiginkan kehidupan yang nyaman dan aman. Demikian pula dengan manusia yang juga merupakan ciptaan Tuhan. Mengiginkan kebahagian, kebesan dan kemakmuran dalam hidup. Masyarakat israel dan masyarakat papua dalam hal ini mengiginkan kebahagian hidup. Selain itu, manusia juga tidak mau kebahagian dan tujuannya terancam. Terlebih para penguasa. Sehingga, ketika mereka merasa terancam. Mereka akan melakukan berbagai macam cara untuk melindungi tujuan atau program yang sudah mereka buat. Agar kebahagian mereka tetap terjamin. Itulah yang saya tangkap dari situasi bangsa israel dengan penjajahnya yaitu bangsa mesir dan situasi masyarakat papua dengan penjajahnya yaitu pemerintahan pusat bersama dengan tangan – tangannya.


SELAMAT MEMBACA

KEBEBEBASAN SEBAGAI ‘KANAANNYA ‘ ORANG PAPUA

0 comments
Oleh : Evas Kramandondo (Keuskupan Manokwari-Sorong)

Situasi Bangsa Israel dalam Kitab Suci Perjanjian Lama

Dalam Kitab Kejadian, tertulis bahwa Tuhan menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Semua yang diciptakan Tuhan itu sempurna dan baik adanya menurut penilaian Tuhan dan bukan menurut penilaian manusia. Dalam hal ini, Tuhan menciptakan bumi dengan sangat sempurna. Daratan dan lautan, gunung dan lembah, hutan dan sungai, danau, tumbuh-tumbuhan dan hewan, serta segala sesuatu itu diciptakan dengan sangat sempurna. Tidak ada kekurangan apapun dalam proses penciptaan serta hasil ciptaan itu sendiri. Dengan sabdanya yang dahsyat Ia menciptakan semuanya itu termasuk kita manusia.

Manusia sebagai yang diciptakan paling terakhir merupakan makhluk yang paling luhur di antara semua ciptaan yang lain. Sebagai ciptaan yang luhur, manusia diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk menjaga, memelihara dan melestarikan ciptaan Allah itu. Maka sebagai manusia, siapa saja wajib melaksanakan tugas utama manusia itu semasa hidupnya. Tugas ini merupakan tugas paling pokok yang ditugaskan oleh Tuhan kepada kita manusia sejak pertama kali manusia diciptakan. Manusia wajib menjalankan tugas pemeliharaan itu, bukannya ciptaan Allah itu dirusak, dieksploitasi dan dikeruk hingga menyebabkan kerusakan yang besar pada seluruh aspek kehidupan yang telah diciptakan Allah dengan baik itu.

Bagi bangsa Israel, seluruh semesta alam semata-mata adalah karya Allah sendiri. Kepercayaan bangsa Israel ini tampak jelas pada puji-pujian yang dipersembahkan bangsa Israel dalam kitab-kitab Mazmur dan Kidung Agung. Mereka merefleksikan bahwa betapa luhur nilai tubuh manusia itu berdasarkan sejarah penciptaannya. Mereka meyakini bahwa manusia adalah makhluk paling luhur yang diciptakan Allah karena Allah menciptakan manusia seturut gambar dan rupa Allah sendiri.

“Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” (Kej. 1:26)

Kutipan teks Kitab Kejadian ini menunjukan bahwa harga diri manusia itu sangat tinggi dan tidak boleh diinjak injak karena manusia adalah gambar Allah yang Maha Tinggi itu sendiri.

Persepsi Bangsa Israel bahwa manusia adalah makhluk yang mulia dan Bangsa Israel adalah bangsa terpilih inilah yang membuat bangsa israel ingin keluar dari penindasan oleh Bangsa Mesir semasa pembuangan di tanah Mesir. Masakan sebagai bangsa yang dipilih, bangsa Israel harus ditindas oleh bangsa lain; masakan sebagai manusia yang luhur harus diperlakukan layaknya binatang.

Bangsa Israel benar-benar tertekan oleh situasi yang seperti ini. Ada suatu kerinduan untuk membebaskan diri dari penindasan itu, namun tak ada keberanian untuk itu. Padahal bangsa Israel adalah bangsa yang besar. Mereka memiliki kekuatan untuk bisa bebas, namun mereka tidak memiliki keberaian untuk keluar dari penindasan itu.

Hal yang membuat mereka tidak berani adalah bahwa mereka tidak memiliki angkatan perang yang mampu membela ketidakadilan yang terjadi dan tidak ada sosok seorang pejuang yang bisa mengobarkan semangat mereka untuk membebaskan diri dari penindasan itu.  Hari-harian ditindas pun menciptakan Trauma  yang cukup berat. Mereka menjadi takut untuk mencoba membebaskan diri dari penindasan. Hal ini terjadi terus-menerus hingga bangsa Israel hanya terjerat dalam ketertindasan.

Sebelum penindasan, Yusuf sebagai leluhur Bangsa Israel yang ada di Mesir membantu Firaun untuk memapankan pemerintahannya. Karena Yusuf seluruh tanah Mesir dapat selamat dari bencana kelaparan. Yusuf diangkat menjadi penguasa atas seluruh tanah Mesir. Namun kesuksesan ini hanya bertahan sebentar. Ketika Firaun yang baru muncul maka bangsa Israel ditindas. Penindasan ini berlangsung hingga Allah sendiri yang kemudian bertindak untuk bangsa Israel.

Kerinduan bangsa Israel untuk bebas dari penindasan ini akhirnya terjawab dengan kehadiran Musa. Musa muncul sebagai sosok pahlawan yang diutus Tuhan untuk membebaskan bangsa Israel dari belenggu penindasan. Musa adalah orang Israel yang besar dalam keluarga Firaun. Meski dibesarkan oleh keluarga Firaun, ia tetap berpihak pada bangsanya. Ia sendiri dengan kuasa Tuhan berjuang menghadap Firaun untuk meminta pembebasan Israel dan menulahi Bangsa Mesir hingga akhirnya bangsa israel bisa bebas dan dituntunnyalah bangsa itu melewati padang gurun hingga sampai pada tanah terjanji (Kanaan).
Dalam perjalanan menuju tanah terjanji, bangsa Israel kerap kali berbuat dosa sehingga bangsa Israel harus menerima hukuman yang ditimpakan Tuhan atas mereka. Mereka harus menderita dan menanggung beban dosa yang telah diperbuat mereka. Penderitaan ini dialami bangsa Israel selama kurang lebih 40 tahun lamanya. Tuhan hanya mengijinkan anak-anak dari orang-orang Israel yang keluar dari Mesir itu yang bisa menikmati kebebasan di Tanah Terjanji. Dan terjadilah demikian, bangsa Israel bebas namun yang merasakan hal itu adalah anak cucu mereka yang lahir setelah Bangsa Israel keluar dari Mesir.

Bagaimana dengan Situasi Bangsa Papua?

Situasi orang Papua saat ini tidak jauh berbeda dengan situasi bangsa israel pada masa Perjanjian Lama dalam kitab suci itu. Yang berbeda adalah,  Apabila bangsa Israel mengalami penindasan di negeri orang, bangsa Papua mengalami penindasan di atas tanahnya sendiri.

Bangsa Papua dianugerahi sumber daya alam yang sangat kaya dan sangat melimpah. Papua adalah tanah yang diberkati Tuhan atau dalam bahasa kerennya akrab disebut “The Land of Paradisse”. Dalam perut bumi Papua terkandung mineral dan bahan tambang yang melimpah. Di atas kulit bumi Papua, tumbuh berbagai jenis tumbuhan yang indah dengan dihiasi sungai lembah, gunung, hutan dan danau yang spektakuler. Keindahan alam tumbuh-tumbuhan itu dihiasi dengan hewan-hewan indah yang hidup dan berkembang di dalam hutannya. Semua ini diperkaya dengan manusia Papua yang terdiri dari berbagai macam suku dan bahsa namun disatukan dengin ciri khas yang menjadi kekhasan manusia Papua yaitu hitam kulit dan keriting rambut.
Di atas tanah Papua yang kaya ini hidup dan berkembanglah manusia Papua. Namun yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah “Apakah orang Papua menikmati secara penuh haknya atas tanah yang kaya itu? Apakah manusia Papua sejahtera di atas tanah yang kaya itu? Apakah kekayaan itu menjanjikan kesejahteraan bagi anak cucu orang Papua di kemudian hari? Ataukah sebaliknya?”

Kekayaan bangsa Papua itu menarik sejumlah orang atau kelompok  dari bangsa lain untuk mengeruk, mengeksploitasi dan merampas kekayaan itu dari tangan Orang Papua. Orang Papua tidak diberi kebebasan sepenuhnya atas hak miliknya sendiri. Orang lain mengeruk kekayaan tanah Papua dan orang Papua hanya menjadi penonton. Hanya segelintir orang Papua yang bekerja sama dengan para pencuri itu yang mendapat imbalannya.

Kenyataan ini sama seperti halnya orang Israel ketika ditindas. Orang Papua menjadi sangat terpuruk. Dan banyak dari orang Papua sendiri yang menyebabkan keterpurukan bangsanya.

Bukan hanya alamnya yang dikeruk, tetapi juga orang-orang Papua sendiri ditindas. Pembunuhan dan penganiyaan orang Papua terjadi di sepanjang garis-garis tanah Papua. Darah penindasan orang Papua terus membanjiri Ibu Pertiwinya.

Papua sebenarnya telah merdeka/ “bebas” sebagai negeri yang berdiri sendiri sejak kurang lebih 50 tahun lalu, namun kebebasan itu tidak sepenuhnya ada di tangan bangsa Papua. Dalam perjalanan selama kurun waktu ini, sama halnya seperti perjalanan bangsa Israel di padang gurun. Orang Papua harus berjuang mengalami penderitaan selama ini untuk menuju kebebasan penuh sebagai Kanaan-nya Orang Papua. Orang Israel bebas dari penindasan orang Mesir dan harus berjalan melewati banyak rintangan untuk menuju Kanaan. Orang Papua telah merdeka, namun belum memperoleh hak penuh atas kebebasan itu. Kekayaan Negeri Papua dikeruk habis-habisan. Penindasan terhadap bangsa Papua terjadi dengan sangat kejam tanpa ada pembelaan yang adil.

Persis seperti orang Israel, orang Papua memiliki kerinduan untuk bebas dari keadaan tidak bebas itu. Tapi mereka tidak punya keberanian untuk bertindak secara terang-terangan karena takut ditindas. Trauma yang mendalam akibat penindasan telah membunuh karakter orang Papua sebagai manusia sejati. Keberanian tidak ada lagi.

Orang Papua membutuhkan sosok seorang seperti Musa yang mampu menghantar mereka keluar dari keadaan ketertindasan ini. Ada banyak sosok-sosok Musa yang telah lahir namun ‘Musa-Musa’ itu tidak mampu menghantar bangsa Papua keluar dari penindasan dan ketidakbebasan ini. Lalu kapankah Musa yang sebenarnya itu muncul? Sebuah pertanyaan reflektif bagi kita.

Istilah ANIMHA (manusia sejati) dalam bahasa Marind dan MIGANI dalam bahasa Moni hanya tinggal kenangan. Manusia dengan martabat yang tinggi itu kini dinodai dengan cap-cap bahwa manusia Papua adalah orang yang bodoh, miskin dan kolot. Hal semacam ini yang kemudian membunuh karakter orang Papua untuk berkembang.

Orang Papua adalah bangsa yang istimewa. Dalam kekayaan adat istiadat dalam suku-suku di Papua, terkandung nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para leluhur. Warisan itu masih terbawa hingga sekarang. Manusia Papua adalah manusia yang cerdas. Sudah terbukti bahwa George Saa (dari suku meybrat) mampu memenangkan olimpiade sains tingkat nasional dan internasional. Banyak anak-anak Papua yang berhasil studi di luar negeri. Dalam hal ini orang Papua jangan dipandang sebelah mata. Orang Papua bisa menjadi bangsa yang ditakuti dunia, namun penindasan yang terjadi di Papua menjadi penghambat perkembangan orang Papua.

Kesimpulan

Setelah melihat kenyataan di atas jelas bahwa bangsa Papua sekarang sedang dalam peziarahan menuju kebebasan sejati (kanaan). Banyak penindasan dan kekerasan yang dialami bangsa Papua. Alam mereka dikeruk dan orang Papua sendiri ditindas dan ditipu agar tidak berkembang. Karakter orang Papua dibunuh dengan cap-cap negatif yang di tempelkan pada orang Papua. Oleh karena itu Papua merindukan sosok seorang Musa yang mampu menghantar bangsa Papua menuju kemerdekaan sejati. Merdeka atas apa yang menjadi hak miliknya dan juga merdeka untuk mengekspresikan dan mengembangkan diri. Hak-hak asasi Bangsa Papua harus dikembalikan.

Banyak manusia Papua yang dibesarkan oleh pihak yang menindas Papua namun tak dapat bangkit memihak dan memperjuangkan hak bangsa Papua sendiri. Maka setiap putra dan putri Papua hendaknya memiliki pendirian seperti Musa. Dibesarkan oleh penindas tapi berpihak pada bangsanya sendiri.

Orang Papua telah memiliki modal yang kuat. Kekayaan budaya mengandung banyak nilai-nilai yang bisa dipelajari sebagai strategi untuk menang atas penindasan. Orang Papua memiliki bakat yang variatif dan sangat baik. Manusia hitam kulit keriting rambut jangan diremehkan, mereka perlu diperhitungkan juga


*** Terima Kasih ***.

Umat berdoa Rosario diserang, dianiaya dan dibubarkan oleh sekelompok orang berjubah 30/05/2014

0 comments
Umat Katolik yang sedang berdoa Rosario di Rumah Direktur Penerbitan Galang Press Julius Felicianus di  Desa Tanjungsari, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diserang, dianiaya dan dibubarkan oleh sekelompok orang berjubah.

Julius juga dikeroyok gerombolan orang tak dikenal itu. Penyerangan dan penganiayaan ini terjadi ketika rumah Julius dipakai untuk doa Rosario. Doa Rosario ini adalah kegiatan rutin umat Katolik secara bergantian dari rumah ke rumah pada setiap bulan Mei, yang adalah Bulan Maria.

Julius mengatakan, awalnya dirinya tengah berada di kantor mengikuti acara doa bersama antar umat beragama. Di tengah acara ia ditelepon anaknya yang memberitahu bahwa rumahnya yang tengah dijadikan tempat ibadah diserang oleh sekelompok orang.

“Anak saya telepon kalau rumah diserang, lalu saya bersama 3 teman langsung meluncur ke rumah,” ujar  Julius Felicianus di Sleman, Yogyakarta, Kamis (29/5/2014) malam.

Sesampainya dirumah, Julius mendapati kondisi rumah seperti jendela sudah dalam keadaan rusak. Sementara suasana sudah sepi dari penyerang. Dia juga melihat beberapa motor milik umat yang terparkir di halaman dalam keadaan jatuh.

Selang 10 menit kemudian, belasan orang yang mengenakan jubah kembali datang. Mereka datang mengendarai sepeda motor. Mereka lalu menganiaya Julius dengan memukuli dan menginjak-injak.  Kepalanya mengalami sobek akibat ditimpa dengan pot.

“Mereka juga menimpa kepala saya dengan pot dan memukul bahu saya dengan besi,” jelas Julius.
Julius menuturkan, penyerangan ke rumahnya terjadi sebanyak 2 kali. Penyerangan pertama terjadi pukul 20.30 WIB dan penyerangan kedua terjadi pukul 21.20 WIB. Julius mengaku tidak hanya dirinya yang dipukul, tapi juga umat yang saat itu melakukan doa Rosario yang juga mengalami penganiayaan.

0530gKondisi Julius Felicianus setelah diserang (Foto)
Bahkan salah satu wartawan Kompas TV, Michael Aryawan, yang datang untuk meliput dipukul di kepala dan wajahnya. Pelaku yang berjumlah 4 orang itu langsung merampas handycam.

Menurut Julius, ada dua orang yang dikenalnya yang melakukan penyerangan. Mereka tinggal tidak jauh dari desa tersebut. Saat ini kasus penganiayaan ini tengah ditangani kepolisian.

Polisi buru pelaku 

Kepolisian DIY menyatakan akan menindak tegas pelaku pembubaran acara agama, penganiayaan umat, dan perusakan rumah  pada Kamis malam 29 Mei 2014.

“Kami sudah mengetahui beberapa orang yang melakukan penganiayaan dan perusakan rumah milik Julius. Nama-nama beberapa pelaku sudah kami peroleh. Poliis sedang mengejar mereka,” kata Kabid Humas Polda DIY AKBP Any Pudjiastuti kepada VIVAnews, Jumat 30 Mei 2014.

Polres Sleman dibantu Polda DIY telah melakukan olah tempat kejadian perkara dan meminta keterangan dari pemilik rumah dan beberapa jemaah yang sama-sama menjadi korban. Hingga saat ini polisi belum mengetahui motivasi pelaku penganiayaan terhadap umat tersebut.

Sementara Julius mengatakan tahu identitas beberapa pelaku penganiayaan jemaah. “Salah satu pelakunya tetangga saya sendiri. Dia mengontrak rumah tepat di depan rumah saya,” ujar dia.

Selain Julius, para jemaah lain yang sedang khusyuk berdoa juga menjadi korban penganiayaan sehingga harus dirawat di rumah sakit. “Ada ibu-ibu yang dipukuli,” kata dia.

Sumber: liputan6.com, detik.com, vivanews.com diambil dari sini

Saturday, January 18, 2014

MENYIKAPI SIKAP APATIS PEMIMPIN PEMERINTAH INDONESIA DAN GEREJA DI TANAH PAPUA

0 comments

Sebuah Refleksi Atas Kepedihan dan Tangisan Umat Allah di Tanah Papua

Oleh: Wakiya dan Tim Peduli Para Pemimpin Pemerintah dan Gereja di Tanah Papua

PENGANTAR

Saya orang asli Papua amat sedih melihat dan mendengar berbagai persoalan kekerasan dan konflik, ketiadaan ruang demokrasi dan kebebasan, penangkapan, pemukukan, pemenjarahaan, pemerkosaan gadis-gadis Papua dan budaya/tradisi, kerusakan lingkungan dan hutan milik orang Papua, dan penembakan pada orang asli Papua yang semakin kejam dari kalangan aparat keamananan dan pemerintah Indonesia di tanah Papua. Apalagi penderitaan batin yang dialaminya secara dahsyat tetapi kawan-kawan manusia yang sangat saleh justru menasehati: Hendaknya Gereja memusatkan diri pada tugas rohaninya, dan tidak memasuki gelanggang politik. Hendaknya orang Papua (OPM, Lembaga LSM, dan Aktivis Kemanusiaan di Papua) tidak bertindak sebagai pimpinan gerakan politik, tetapi bertindak sebagai pemimpin jiwa-jiwa dan pemimpin untuk keselamatan manusia “Jiwa-jiwa dan Raga-raga manusia yang ada di tanah Papua”.

SEBUAH REFLEKSI MENGAWALI SERUAN

Di sini sebenarnya saya tidak pernah berniat untuk menghiasi teori politik dengan ayat-ayat Kitab Suci. Tetapi setiap kita dipanggil menjadi nabi di Negara ini karena mendengar cinta kasih Allah. Saya tidak bermaksud menjadikan agama sebagai alat mencapai keberhasilan dalam bidang politik. Pula tidak bermaksud untuk mendirikan Partai berbau agama tertentu dibidang politik. Melainkan saya hendak menemukan Allah yang hendak mendengarkan seruan umat-Nya, Allah yang menghendaki manusia untuk dapat hidup layak sebagai anak-anak-Nya. Allah yang kita imani bukanlah Allah yang mati. Ia adalah Allah yang hidup, turut menanggung sengsara orang-orang yang tersiksa dan yang mengalami sakratulmaut, yang mempunyai rasa perasaan yang sama dengan kita, yang aktif bertindak dan senantiasa memimpin sejarah. Jadi pesan yang kusampaikan adalah pesan dari Injil, yang berisi bahwa Allah dekat dengan manusia dan dosa dihakimi-Nya. Saya sungguh memahami apa yang menjadi konsekwensi dari usaha mewujudkan Kerajaan Allah. Saya menyadari bahwa ada dosa-dosa di bidang sosial dan politik.

Akar keberdosaan masyarakat adalah hati setiap individu. Saya yakin bahwa dosa-dosa pribadi sudah dilebur menjadi satu sistem dosa sosial yang semakin memburuk dan harus dilawan karena terus menerus melahirkan perbuatan kekerasan baru.

Aku adalah orang asli Papua yang memang berada di negeriku bukan berada di Flores, Manggarai, Jawa, Sulawesi, atau di Maluku. Aku selalu bersama masyarakat asli Papua yang sedang menderita di negerinya. Aku ingin hidup bersama para korban kekerasan dan konflik bahkan ingin hidup bersama komunitas alamku dan komunitas orang-orang mati di negeriku sendiri. Pada akhirnya aku adalah pemimpin masyarakat atau gembala umat yang bersama-sama hendak mempelajari suatu kebenaran yang mulia dan sukar. Iman Kristiani menuntut agar kita melayani dunia bukan sebatas rohani. Gereja yang diimpikan oleh Orang Asli Papua adalah bukanlah Gereja yang bertakhta di atas langit, lepas dari konflik dan kekusutan dunia. Melainkan Gereja yang adalah Uskup, Pastor, dan semua pihak mestinya berdiri di tengah-tengah pertempuran dan perubahan ragi sebagai ragi masyarakat. Saya merasakan tuntutan sejarah penderitaan umatnya, seolah-olah Allah menyapa orang Papua dengan suara insani.

Janganlah kalian takut berpolitik, demikianlah kata burung cenderawasih untuk menghibur masyarakat Papua yang menderita di negerinya sendiri. Masyarakat Papua adalah umat beriman diharapkan tetap ingat akan Bunda Yesus yang dalam kidung Magnificat sungguh menyadari dimensi politik dari iman. “Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah” (bdk Luk 1:52). Para raja akan diturunkan-Nya dari Takhta apabila raktay tidak lagi hidup dengan aman. Meskipun demikian, umat Kristen tidak dipanggil untuk ikut-ikutan masuk dalam suatu partai atau ideology. Mereka harus menghayati imannya selaku orang yang kreatif dan berani. Hanya Kristuslah yang mempunyai kebenaran lengkap. Setiap orang Kristen harus menghormati pendapat dan tujuan politik orang lain sebab semua orang adalah anak-anak Allah dan mungkin dia lebih pandai. Pada umumnya orang Papua tidak suka bahwa kelompok Kristen identik menjadikan suatu lembaga kantor tenaga kerja atau suatu partai politik tertentu untuk menguasai kelompok minoritas di negeri Papua.


PIMPINAN GEREJA DI TANAH PAPUA: Cuek dengan Penderitaan Umatnya

Keinginan terdalam bagi orang asli Papua berkaitan dengan sasaran strategi dan perjuangan politik akan hendak terbebasnya dari penindasan pemerintah Indonesia di Papua adalah suatu keharusan yang mesti diperjuangkan pucuk pimpinan Gereja sebagai gembalanya tetapi mungkin ada berbagai pendapat yang berbeda-beda namun apa yang dikehendaki Orang Asli Papua ini adalah suatu pilihan tegas:  Pimpinan Gereja di tanah Papua (Lima Uskup di Tanah Papua, Para Pastor, Suster, dan Para hamba Tuhan lain: Pendeta di tanah Papua) Mau melayani masyarakat orang asli Papua atau ikut berdosa atas kematian rakyat orang asli Papua. Jadi kuncinya adalah Mau menyelamatkan umat Allah di tanah Papua atau ikut berdosa atas berbagai korban kematian di negeri Papua. Pada saat doa pagi, siang, dan malam, mengungkapkan kita membelah kaum lemah dan miskin tetapi kenyataannya di tanah Papua tidak terlaksana ketika umatmu ditangkap, dipenjarakan, diperkosa oleh aparat keamanan Indonesia, ketika terjadinya kerusakan lingkungan dan hutan di Papua malah menjilat dari perusahan baik berskala Nasional maupun Internasional, ketika umatnya kena limbah tailling PT Freeport Indonesia dan masyarakat mengungsi sehingga tidur digubug-gubug di sekitar kota dan perusahan sawit membabat ribuan hektar di jalan trans Deiyai dan Paniai di Timika, ketika hutannya dirubah menjadi sawit di Keerom, Sawit Tajalereh Sentani, Sawit Nabire, Manokwari, Sorong dan MIFEE di Merauke dan masalah kepincangan pendidikan dan masalah kesehatan semakin meningkat pun selalu Para lima Uskup Papua dan Para Pendeta hamba Tuhan terdiam dan mencari kenyamanan diri.

PASTOR-PASTOR FLORES DAN MANGGARAI: Pastor Gadungan di STFT-Fajar Timur

Apalagi para pastor gadungan asal “Flores dan Manggarai” yang berkarya di STFT-Fajar Timur Abepura Papua “bermata duitan”, “menjadikan STFT sebagai tempat kantor tenaga kerja untuk Flores dan Manggarai”, dan “menjadikan lembaga Yayasan tempat untuk mengkaderkan tenaga pengajar orang-orang asal Flores dan Menggarai” padahal lembaga STFT ada di tanah Papua bahkan penelitian Mahasiswa STFT tingkat III memperlihatkan terbanyak Mahasiswa adalah Flores dan Manggarai di STFT [1]. Begitupun dalam seminar pada 3 Oktober 2013 di Aula STFT-Fajar Timur, Abepura memperlihatkan bahwa “kampus STFT mendominasi orang Flores dan Manggarai” bahkan dosen-dosen pun mendominasi Non Papua. Jadi kesimpulan sementara adalah “STFT FAJAR TIMUR MACAM ADA DI FLORES DAN MANGGARAIKAH”? Kalau memang demikian, STFT kini ada di manakah? STFT untuk apa? Mengapa ada STFT di tanah Papua? Kemudian STFT hendak ke mana? Justru karena Non Papua lebih banyak di lembaga ini dan pola perkuliahannya katanya meminahbobohkan para calon pemimpin di negeri Papua sehingga cuek dan malas tahu dengan berbagai persoalan kekerasan dan konflik di negeri Papua. Di sini semua pihak tidak mendengar Yesus dari Nazareth yang miskin bertanya: “Kenalkah engkau akan aku dalam diri saudara-saudaraku? Dapatkah engkau beribadat dengan tenang dan meriah, tatkala aku di salibkan? Engkau adalah pemimpin, gembala, pengikut Kristus dan engkau harus wartakan apa yang menjadi pesan-Ku. Engkau akan disalibkan seperti Aku juga…….”.

Ketika banyak kemerosotan akan kemanusiaan di negeri Papua diserukan untuk pentingnya sebuah teologi pembebasannya. Umat mengharapkan banyak dosen-dosen STFT yang pernah kuliah di Eropa untuk membuat terobosan berkaitan dengan teologi pembebasan di Tanah Papua tetapi kembalinya dari Eropa “menjadi manusia lintah dan menguras, memeras derma dan intensi derma kami di tanah Papua”. Ketika terjadi penganiayaan, pemukulan, penangkapan, ruang kebebasan dan demokrasi kami dibatasi, bahkan nyawa umat manusia di Papua dibantai satu per satu di negerinya sendiri, para pastor mengambil sikap diam dan menggurung diri. Semuanya terjadi di tanah air kami dengan menciptakan sistem pemiskinan rakyat dan memang terjadi kemiskinan di dua Propinsi Indonesia Timur yakni Propinsi Papua dan Papua Barat menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Papua pada 2010. Jadi pemiskinan rakyat di tanah Papua menjadi pemiskinan Tubuh Kristus yang gaib dalam sejarah modern. “Orang asli Papua bersama Yesus disalibkan dan dikejar-kejar sebagai Hamba Allah. Penderitaan Orang Asli Papua itu melengkapi apa yang masih kurang dalam sengsara Kristus”.

Gereja Papua diminabobohkan oleh “Pastor-Pastor Flores dan Manggarai”. Mereka inilah meniadakan eksistensi gereja di Papua. Ada banyak keluhan dan penderitaan umat di tanah Papua tetapi cuek dan malas tahu dengan penderitaan umat di tanah Papua. Padahal tugas dan fungsi utama Gereja adalah memihak kepada kaum lemah dan miskin. Gereja harus menjelma dalam dunia yang berwajah hina, dan menjadi tanda bagi “Kristus yang menderita”. Orang asli Papua memang menderita dan tidak ada pemimpin yang menyuarakan sebagai suara kenabian bagi kaum miskin dan lemah. Kaum miskin dan lemah bagiku adalah bukanlah golongan masyarakat yang asing. Mereka berwajah, bernama, berkeluarga, dan menderita luka. Situasi mereka inilah yang membuat kotbahnya lebih konkret. Kami orang Papua tidak suka hanya berkeluh kesah tentang kejahatan secara umum oleh kelompok para Pastor bahkan segala penderitaan kami disembunyikan dalam kegiatan rohani yang sifatnya sakramental dan bersenang-senang di Biara-biara baik biara Fransiskan (OFM: gagal di tanah Papua) maupun Agustian atau biara lainnya yang berkarya di tanah Papua, dan menyesalkan tidak adilnya struktur-struktur masyarakat yang sengaja diciptakan oleh penguasa Indonesia di Papua. Makin lama makin jelas analisanya. Yang mendasari kesengsaraan ini adalah oligarki (kelompok pemeras rakyat kecil) atau kelompok Pastor-Pastor biarawan/ti: “satu kelompok kecil yang tidak peduli akan rakyat orang asli Papua yang lapar dan tangis. Mereka mau mengisi darah keringat orang asli Papua ke dompetnya sendiri dengan cara menindas rakyat bersama pemerintah Indonesia melalui aparat keamanan pun ikut serta dalam penindasan orang asli Papua”.

PEMERINTAH INDONESIA DI PAPUA: Menumpas dan Memeras Rakyat Orang Asli Papua

Kami orang asli Papua mencela pendewaan uang dan penyalahgunaan wewenang oleh para hakim, yang mendiamkan para penguasa melanggar undang-undang, dan yang tidak menghakimi para pembela keamanan yang melakukan pembunuhan. Kami menghimbau agar kaum minoritas kecil, yakni para tuan tanah yang tergabung dalam suatu sistem mafia, untuk bertobat dan menyetujui diadakannya perubahan yang perlu. “Lebih baik kalian melepaskan cincin jarimu darpada seluruh tanganmu dipotong oleh orang lain”.
Orang Asli Papua menyatakan bahwa kaum kapitalis bertanggungjawab atas jeritan dan tangisan atas kerusakan hutan dan lingkungan milik orang Papua. Pohon dan berbagai ekosistem bahkan komunitas-komunitas hidup serta alam mereka ikut dihancurkan. Para kapitalis sedang menghancurkan tatanan hidup alam melalui kehadiran berbagai perusahan nasional maupun asing di pulau cenderawasih ini. Untuk meniadakan berbagai perusahan yang dihadirkan oleh pemerintah Indonesia, masyarakat setempat tidak mampu mengatasinya karena di beck up oleh aparat keamanan di berbagai perusahan tersebut. Pemerintah oligarki takut kehilangan wewenang mutlaknya atas penanaman modal dan ekspor hasil pertambangan dan segala kekayaan alam dan monopoli atas tanah adat oleh pihak keamanan Indonesia di Papua. Pemerintah oligarki berusaha mempertahankan kekuasaannya tidak dengan mencari dukungan dari rakyat dan dengan argumentasi rasional, melainkan dengan uang dan senjata untuk menumpas, memeras, dan menindas rakyat orang asli Papua. Dengan demikian pemerintah Indonesia justru menghalangi perjuangan demi terwujudnya kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di tanah Papua.

Orang Asli Papua mencela organisasi-organisasi kerakyatan (barisan merah-putih (BMP), lembaga masyarakat adat (LMA), LMR RI, dan milisi-milisi lain yang bersikap fanatik, balas dendam, dan melawan perikemanusiaan. Orang asli Papua mengagumi keterlibatan dan pembelaan atas kebenaran yang dipertahankan oleh Organisasi Papua Merdeka, organisasi kemasyarakat yang memperjuangkan nasib rakyat, nasib jeritan dan tangisan, dan dengan simpatik dan mereka bukan sebagai golongan kiri, melainkan sebagai people power, kekuatan rakyat di tanah Papua. Banyak teriakan, banyak pekik yang meluap, tetapi paham komunisme tidak memikirkan perencanaan pembangunan keadilan dan kedamaian di negeri Papua. Indonesia kini sedang menghayati paham komunisme dengan menekankan utilitarisme di Papua. Justru karena nilai utilitarisme, banyak rakyat orang asli Papua dikorbankan untuk memperoleh berbagai sumber kekayaan alam yang ada di negeri cenderawasih ini. Negara menekankan dengan kekuatan senjata terhadap kaum lemah dan kecil di tanah Papua sehingga rakyat Papua tidak berdaya dan tidak mampu mengatasi kekuatan senjata dan ujung-ujungnya kehidupannya pun berada pada posisi ancaman. Dalam suasana itu, sikap masyarakat Papua mengalami luka batin dan kambuh trauma masa lalu yang pernah dialami sejak berlakunya daerah operasi militer di seluruh tanah Papua pada tahun 1971-1995. Lebih ingin membangun daripada pidato dengan penuh emosi. Saya mengajak untuk belajar berdialog dan kembali membangun komunitas tetap dipertahankan sesuai budaya masing-masing di setiap tujuh wilayah adat di tanah Papua dan tidak dihasut untuk menggunakan kekerasan. Saya berpikir Kerajaan Allah tidak dapat dipaksakan dengan kekerasan dan konflik, penangkapan dan pemenjarahan, pengurasan sumber daya alam, pengeboman, penculikan, dan pembunuhan. Saya berpendapat bahwa dengan taktik kaum revolusioner ini hak-hak asasi manusia sungguh tidak dapat diperjuangkan karena diperhadapkan dengan moncong senjata aparat keamanan Indonesia di Papua.

AJAKAN UNTUK ORANG ASLI PAPUA

Taktik yang dipakai oleh pemerintah Indonesia melalui aparat keamanan sama dengan taktik yang dipakai kaum kapitalis, yakni golongan minoritas (kaum kapitalis) akan menguasai dan menindas rakyat. Sebaliknya seluruh rakyat harus berusaha berkembang dan melaksanakan kebebasannya sendiri. Rakyat orang asli Papua sendirilah harus menciptakan masyarakatmu sendiri. Rakyat diharapkan harus berpikir sendiri, dan tidak ikut-ikutan dengan cara-cara yang egois dari beberapa pemimpin kaum penguasa yang mau mengambil alih kekuasaan.

Saya orang asli Papua sadar akan kebenaran yang indah dan keras. Iman Kristiani tidak memisahkan kita dari dunia, tetapi menghendaki kita hidup di dalam dunia. Gereja merupakan bagian dari masyarakat dan tidak dapat memisahkan diri dari masyarakat. Gereja mengikuti Yesus yang hidup, yang bekerja, yang berjuang dan mati di tengah masyarakat. Dunia yang harus dilayani oleh Gereja adalah dunia kaum miskin, para korban kekerasan dan konflik, membela akan kemanusiaan, dan melawan penindasan dan ketidakadilan di Papua. Dunia kaum miskin dan kaum lemah  inilah yang menjadi medan perwujudan iman Kristiani dalam masyarakat dan tingka laku Gereja. Kita umat Kristiani dipanggil untuk meneruskan kisah Yesus di dunia masa kini. Sejak Kristus bangkit bercahayalah dalam sejarah dunia sebuah obor kekal. Sejak Kristus bangkit umat manusia menemukan dasar hidup yang belum pernah ada sebelumnya. Kristus hidup, dan barangsiapa melanjutkan karya-Nya ia akan hidup selama-selamanya.

PENUTUP

Situasi Papua memperlihatkan bahwa orang asli Papua sedang minoritas dan selalu saja terjadi konflik dan kekerasan di mana-mana tanpa mencari jalan keluar demi perdamaian di tanah Papua. Dalam konteks seperti ini, para pemimpin Gereja dan berbagai pihak mengambil sikap cuek dan malas tahu dengan penderitaan orang asli Papua. Sebenarnya tugas misi perutusan Gereja di tanah Papua memperlihatkan terang dan Injil di tengah konflik dan kekerasan dalam pengabdiannya. Namun sikap para pemimpin Pemerintah Indonesia di Papua lebih menekankan represif militer dibanding pendekatan kemanusiaan. Tugas para pemimpin Gereja yang sebenarnya merangkul domba-domba yang sedang hilang tetapi malah mencari kenyamanan diri dan sengaja membiarkan realitas di tanah Papua. Di samping itu, kami juga mendapatkan hal-hal baru yang mengejutkan, yang menimbulkan pertanyaan, terutama tentang arah dan masa depan STFT sekarang bagi gereja dan masyarakat Papua. Sehubungan dengan arah dasar STFT sekarang ini sepertinya menghilangkan nilai-nilai penting yang dirumsukan dalam visi awal yaitu, mendidik petugas gereja atau pelayan umat setempat bukan mendroping dari tenaga Flores dan Manggarai di lembaga STFT dan Yayasan termasuk menjadikan tempat kantor tenaga kerja dan pada akhirnya bermata duitan diberbagai tempat dalam Gereja bahkan kedatangan orang-orang Non Papua pun melebihi 1,5% di tanah Papua dan itu melanggar hukum Internasional tentang transmigrasi.

Demikian pokok-pokok pikiran yang kami hasilkan demi kejayaan Gereja dan orang asli di tanah Papua, agar “semua bangsa menjadi murid-Ku”. Kami mengucapkan terima kasih yang berlimpah. Tuhan menyertai setiap kita dalam perutusan ini.

Jakarta, 19 Januari 2014

Penulis: Wakiya dan Tim Peduli Para Pemimpin Pemerintah dan Gereja di Tanah Papua
 

The Gospel of Melanesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com